LAPORAN PENDAHULUAN
SEROSIS HEPATIS
A. KONSEP MEDIK
1) Defenisi
Sirosis
adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitktur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.
Nodul-nodul regenerasiini dapat berukuran kecil (mikronodular) atau
besar (makronodular). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah
intrahepatik dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan
fungsi hati secara bertahap.
Serosis
hepatis adalah suatu penyakit hati dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hati mengalami
perubahan, menjadi tidak teratur dan terjadinya pertambahan jaringan
ikat ( fibrosis ) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
2) Etiologi
Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti , terdapat tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus. Sirosis Laenec, sirosis pascanekrotik, dan sirosis biliaris.
Penyebab sirosis hati beragam diantaranya :
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolic :
1. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
2. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
3. Defisiensi Alphal-antitripsin
4. Glikonosis type-IV
5. Galaktosemia
6. Tirosinemia
4. Kolestasis
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis
terbanyak
adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia.
Pada penyakit ini empedumemenuhi hati karena saluran empedu tidak
berfungsi atau rusak. Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit
kuning) setelah berusia satu bulan. Kadang bisa diatasi dengan
pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu meninggalkan hati,
tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita
penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat
mengalami peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary
Sirosis atau Primary Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari pembedahan saluran empedu.
5. Sumbatan saluran vena hepatica
- Sindroma Budd-Chiari
- Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lainlain)
8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
10. Malnutrisi
11. Indian Childhood Cirrhosis
3) MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi
utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal
hepatoselular adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan,
eritrema palmaris (telapak tangan merah), angioma laba-laba, fetor
hepatikum, dan ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama
berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali, varises
esophagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lain.
Asites (cairan dalam rongga peritoneum) dapat dianggap sebagai
manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal.
A. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis,hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak, hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam dan yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja
terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati
(kapsula Glissoni).
B. Obstruksi Portal dan ansietas
Manifestasi
lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan
sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua
darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta
dan di bawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan
pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke
dalam limfa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis.
C. Varises Gastrointestinal
Obstruksi
aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam system
gastrointestinal dan pemintasan (Shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
D. Edema
Merupakan gejala lanjut lainnya pada
sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi
albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadi
edema.
E. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena
pembentukan, penggunaan dan penyimpangan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A,C dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragik
yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
F. Kemunduran Mental
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan encephalopati dan koma hepatic yang membakat.
4) KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit sirosis hepatic adalah sebagai berikut :
Perdarahan Saluran Cerna
Penyebab
perdarahan saluran cerna yang paling sering dan paling berbahaya pada
sirosis adalah perdarahan dari varises esophagus yang merupakan penyebab
dari sepertiga ke kematian. Penyebab lain perdarahan adalah tukak
lambung dan duodenum (pada sirosis, insidensi gangguan ini meningkat),
erosis lambung akut, dan kecenderungan perdarahan (akibat protrombin
yang memanjang dan trombositopenia).
Penderita
datang dengan melena atau hematemesis. Tanda perdarahan kadang-kadang
adalah ensefalopati hepatik. Hipovolemia dan hipotensi dapat terjadi
bergantung pada jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Berbagai tindakan telah digunakan untuk segera mengatasi perdarahan. Tamponade dengan alat seperti pipa Sengstaken-Blakemore (triple-lumen) dan Minnesota (quadruple-lumen)
dapat menghentikan perdarahan untuk sementara waktu. Vena-vena dapat
dilihat dengan memakai peralatan serat optik dan disuntik dengan suatu
larutan yang akan membentuk bekuan di dalam vena, sehingga akan
mengehentikan perdarahan. Sebagian besar klinisis beranggapan bahwa cara
ini hanya berefek sementara dan tidak efektif untuk pengobatan jangka
panjang. Vasopressin telah digunakan untuk mengatasi perdarahan. Obat
ini menurunkan tekanan portal dengan mengurangi aliran darah splangnik,
walaupun efeknya hanya bersifat sementara. Kendati telah dilakukan
tindakan darurat, sekitar 35% penderita akan meninggal akibat gagal hati
dan komplikasi.
Perdarahan
saluran cerna merupakan salah satu faktor penting yang mempercepat
terjadinya ensefalopati yang mempercepat terjadinya ensepalopati
hepatik. Ensepalopati terjadi bila ammonia dan zat-zat toksisk lain
masuk dalam sirkulasi sistemik. Sumber amonia adalah pemecahan protein
oleh bakteri pada saluran cerna. Ensefalopati hepatik akan terjadi bila
darah tidak dikeluarkan melalui aspirasi lambung, pemberian pencahar dan
enema, dan bila pemecahan protein darah oleh bakteri tidak dicegah
dengan pemberian neonamasin atau antibiotik sejenis. Tindakan ini
dibicarakan lebih lanjut pada bagian selanjutnya.
Asites
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya , asites adalah penimbunan cairan
serosa dalam rongga peritoneum. Asites adalah manifestasi Kardinal
sirosis dan bentuk berat lain dari penyakit hati. Beberapa faktor yang
turut terlibat dalam patogenesis asites pada sirosis hati:
1. Hipertensi Porta,
2. Hipoalbuminemia,
3. Meningkatnya Pembentukan dan aliran limfe hati,
4. Retensi natrium,
5. Gangguan ekspresi air mata.
Mekanisme
primer penginduksi hipertensi porta , seperti yang telah dijelaskan,
adalah resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam jaringan pembuluh
darah intestinal. Hipoalbuminemia terjadi karena menurunnya sistesis
yang dihasilkan oleh sel-sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia
menyebabkan menurunnya tekanan osmotik koloid. Kombinasi antara tekanan
hidrostatik yang meningkat dengan tekanan osmotik yang menurun dalam
jaringan pembuluh darah intestinal menyebabkan terjadinya transudasi
cairan dari ruang intravaskular ke ruang intestinal sesuai dengan hukum
gaya starling (ruang peritoneum dalam kasus asites).
Suatu
tanda asites adalah meningkatnya lingkaran abdomen. Penimbunan cairan
yang sangat nyata dapat menyebabkan napas pendek karena diafragma
meningkat. Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan peritoneum, dapat
dijumpai cairan yang lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik
dengan pekak alih, gelombang cairan, dan perut yang membengkak. Jumlah
yang lebih sedikit dapat dijumpai dari pemeriksaan USG atau
parasentesis.
Pembatasan
garam adalah metode utama pengobatan asites. Obat diuretik juga dapat
digunakan digabungkan dengan diet rendah garam. Kini telah tersedia
berbagai obat dan program diuretik, namun yang penting adalah memberikan
diuretik secara bertahap untuk menghindari diuresis berlebihan.
Kehilangan cairan dianjurkan tidak lebih dari 1,0 kg/hari bila terjadi
edema perifer dan asites. Ketidakseimbangan elektrolit harus dihindari,
sebab obat diuretik dapat mencetuskan ensefalopati hepatikum.
Ensefalopati Hepatik
Ensefalopati
hepatik (koma Hepatikum) merupakan sindrom neuropsikiatri pada
penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai dengan kekacauan
mental, tremor otot, dan flapping tremor yang disebut sebagai asteriksis.
Perubahan mental diawali dengan perubahan kepribadian, hilang ingatan,
dan iritabilitas yang dapat berlanjut hingga kematian akibat koma dalam.
Ensefalopati hepatik yang berakhir dengan koma adalah mekanisme
kematian yang terjadi pada sepertiga kasus sirosis yang fatal.
Gejala dan tanda klinis ensefalopati hepatik dapat timbul sangat cepat dan berkembang menjadi koma bila
terjadi gagal hati pada penderita hepatitis fulminan. Pada penderita
sirosis perkembangannya berlangsung lebih lambat dan bila ditemukan pada
stadium dini masih bersifat reversible. Perkembangan ensefalopati
hepatic menjadi koma biasanya dibagi dalam empat stadium.
Tanda pada stadium I tidak
begitu jelas dan mungkin sukar diketahui. Tanda yang berbahaya adalah
sedikir perubahan kepribadian dan tingkah laku, termasuk penampilan yang
tidak terawatt baik, pandangan mata kosong, bicara tidak jelas, tertawa
sembarangan, pelupa, dan tidak mampu memusatkan pikiran. Penderita
mungkin cukup rasional, hanya terkadang tidak kooperatif atau sedikit
kurang ajar.
Tanda pada stadium II
lebih menonjol daripad stadium I dan mudah diketahui. Terjadi perubahan
perilaku yang tidak semestinya, dan pengendalian sfingter tidak dapat
terus dipertahankan. Kedutan otot generalisata dan asteriksis merupakan
temuan khas. Asteriksis (flapping tremor) dapat dicetuskan bila
penderita disuruh mengangkat kedua lengannya dengan lengan atas
difiksasi, pergelangan tangan hiperekstensi, dan jari jari terpisah.
Asteriksis merupakan suatu manifestasi perifer gangguan metabolisme
otak. Keadaan semacam ini dapat juga timbul pada sindrom uremia. Pada
tahap ini, letargi serta perubahansifat dan kepribadian menjadi lebih
jelas terlihat.
Tanda pada stadium III penderita
dapat mengalami kebingungan yang nyata dengan perubahan perilaku. Bila
pada saat ini penderita hanya diberi sedatif dan bukan pengobatan untuk
mengatasi proses toksiknya, maka ensefalopati mungkin akan berkembang
menjadi koma, dan prognosisnya fatal. Selama stadium ini, penderita
dapat tidur sepanjang waktu. Elektroensefalogram mulai berubah pada
stsdium II dan menjadi abnormal pada stadium III dan IV.
Pada stadium IV
penderita masuk dalam keadaan koma yang tidak dapat dibangunkan,
sehingga timbul refleks hiperaktif dan tanda Babinsky. Pada saat ini bau
apek yang manis (fetor hepatikum) dapat tercium pada napas penderita
atau bahkan waktu masuk ke dalam kamarnya. Fetor hepatikum merupakan
tanda prognosis yang buruk, dan intensitas baunya sangat berhubungan
derajat somnolensia dan kekacauan. Hasil pemeriksaan laboratorium
tambahan adalah kadar ammonia darah yang meningkat, dan hal ini dapat
membantu mendeteksi ensefalopati.
5) PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai
contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan
meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan
suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati
yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat
diuretik yang mempertahankan kalium ( spironolaktin) mungkin diperlukan
untuk mengurangi asietas jika gejala ini terdapat dan meminimalkan
perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan
jenis diuretik lainnya. Asupan protein dan kalori yang adekuat merupakan
bagian esensial dalam penanganan sirosis bersama-sama upaya untuk
menghindari penggunaan alkohol selanjutnya. Meskipun proses fibrosis
pada hati yang sirotiktidak dapat diputar balik, perkembangan keadaan
ini masih dapat dihentikan atau diperlambat dengan tindakan tersebut.
6) KLASIFIKASI SIROSIS HEPATIS
1. Sirosis Portal Laennec
(alkoholik,nutrisional, dimana jaringan parut secara
Khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering
Disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe
Sirosis yang paling sering ditemukan di negara barat.
2. Sirosis Poscanekrotik
Dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
Lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis Biller
Dimana
pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis
dan infeksi (kolangitis).
7) PENCEGAHAN
Pencegahan pada sirosis hepatis adalah:
a. Kurangi efek estrogen.
b. Berhenti merokok.
c. Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d. Gunakan suatu jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e. Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.
f. Hindari atau membatasi alkohol.
g. Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.
h. Hindari ekspose ke toksin lingkungan
8) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan
marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati
seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan
alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000
berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya
kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan
penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi
(USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat
varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan
panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde
chlangiopancreatography (ERCP).
9) PATOFISIOLOGI
Meskipun
ada bebrapa factor yang terlibat dalam etiologi sirisis, konsumsi
minuman beralkohol dianggap sebagai factor penyebab yang utama. Sirosis
terjadi dengan frekuensi paling pada peminum minuman keras. Meskipun
defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan
kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alcohol yang berlebihan
merupakan factor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah
terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan meminum minuman
keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi denan konsumsi
alcohol yang tinggi.
Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu lain
tanpa ditemukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum
minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Factor lainya dapat
memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu ( karbon
tetraklorida, naftalen terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi
skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki menderita sirosis adalah
dua kali lebih banyak dari pada wanita, dan mayoritas pasien sirosis
berusia 40 hingga 60 tahun.
Sirosis
laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati mati dan kadang-kadang berulang disepanjang
perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut, akhirnya jumlah
jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi.
Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil
regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkontraksi sehingga
hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu
berkepala besar yang khas. Sirosis hepatic biasanya memiliki awitan yang
insidius dan perjalanan penyakit yang sangat penjang sehingga
kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih.
BAB IIi
Asuhan keperawatan
Proses Keperawatan
Untuk
melaksanakan asuahan keperawatan digunakan suatu pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari langkah - langkah ilmiah yaitu :
Pengkajian, Dampak kebutuhan dasar manusia (KDM), Diagnosa keperawatan,
Intervensi, Implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian
keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-faktor
pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani
penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa
lampau(durasi dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Riwayat kontak dengan
zat-zat toksik di tempat kerja atau selama melakukan aktivitas. Pajanan
dengan obat-obat yang potensial bersifat hepatotoksin atau dengan
obat-obat anastesi umum. Status mental dikaji melalui anamnesis dan
interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau
kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan
rohani.
Data pengkajian menurut Doenges ME. dkk (2000) pada pasien yang mengalami Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan,kelelahan,terlalu lelah
Tanda : Penurunan massa otot
b. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus, fase warna tanah liat, melena, dan urine gelap.
c. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual /muntah
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan jaringan, edema umum pada jaringan,kulit kering, Ikterik.
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan atas; Pruritus; Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati; focus pada diri sendiri.
e. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.
f. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran keadaan umum, pelisutan otot dan gangguan rasa nyaman.
2. Perubahan status nutrisi berhubungan dengan gastritis kronis, penurunan motilitas gastrointestinal dan anoreksi.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status imunologi, edema dan nutrisi yang buruk.
4. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang membesar serta nyeri tekan dan asites
3. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan badan
Tujuan :
Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas
Intrvensi
|
Rasional
|
1. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein(TKTP)
2. Berikan suplemen vitamin (A,B kompleks, C dan K)
3. Beri motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
4. Motivasi dan Bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
|
1. Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
2. Memberikan nutrient tambahan.
3. Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihandalam batas toleransi pasien.
4. Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
|
2. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
Tujuan : Perbaikan status nutrisi.
Intrvensi
|
Rasional
|
1. Beri motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan
2. Tawarkan makan makanan dengan porsi sedikit tetapi sering
3. Pantang alcohol
4. Pelihara hygiene oral sebelum makan
|
1. Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
2. Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh penderita anoreksia
3. Menghilangkan makanan dengan kalori kosong dan menghindari iritasi lambungoleh alkohol
4. Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera makan.
|
smoga bermanfaat......
BalasHapus