Senin, 15 Oktober 2012

ASKEP JANTUNG REMATIK (PJR) PADA ANAK


A. KONSEP MEDIS
1. Defenisi
Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.
2. Etiologi
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara lain :
1. Terdapat riwayat demam rematik dalam keluarga
2. Umur
DR sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2 tahun.
3. Kedaan social
Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang kurang baik.
4. Musim
Di Negara-negara dengan 4 musim, terdapat insiden yang tinggi pada akhir musim dingin dan permulaan semi (Maret-Mei) sedangkan insiden paling rendah pada bulan Agustus – September.
5. Dsitribusi daerah
6. Serangan demam rematik sebelumnya.
Serangan ulang DR sesudah adanya reinfeksi dgn Streptococcus beta hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat DR.
3. Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat DR dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard.
Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
4. Manifestasi Klinik
Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan atas manifestasi mayor dan minor.
a. Manifestasi Mayor
 Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
 Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
 Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
 Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
b. Manifestasi Minor
Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifat remiten, antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.
5. Pemeriksaan Diagnostik/penunjang
a. Pemeriksaan darah
 LED tinggi sekali
 Lekositosis
 Nilai hemoglobin dapat rendah
b. Pemeriksaan bakteriologi
 Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
 Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.
c. Pemeriksaan radiologi
Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.
6. Diagnosis
Diagnosis demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi. Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus disebut manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria mayor, atau satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam rematik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.
7. Komplikasi
a. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.
b. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
8. Pengobatan/penatalaksanaan
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
a. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
b. Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
c. Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d. Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
e. Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Lakukan pengkajian fisik rutin
 Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus antesenden.
 Observasi adanya manifestasi demam rematik.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
3. Rencana Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi & Rasional
 Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas.
 Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)
 Seringkali diambil strip irama EKG
 Jamin masukan kalium yang adekuat
 Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia
 Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi dapat meningkatkan curah jantung
 Untuk mencegah terjadinya toksisitas
 Mengkaji status jantung
 Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi & Rasional
 Kaji saat timbulnya demam
 Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
 Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
 Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan
 Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan
 Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya
 Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
 Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam
 Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien
 Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga
 Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif
 Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS
 Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
 Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh
 Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi Rasional
 Kaji faktor-faktor penyebab
 Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup
 Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan
 Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah
 Ukur BB setiap hari
 Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
 Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
 Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
 Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
 Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah
 BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi
 Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional
 Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami
 Kaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
 Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang
 Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan keluarga)
 Berikan kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat
 Berikan obat-obat analgetik sesuai instruksi Untuk mengetahui berapa tingkat nyeri yang dialami
 Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor begitupun juga respon individu terhadap nyeri berbeda dab bervariasi
 Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus eksternal
 Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami
 Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira / bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri
 Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Penerbit Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
Smeltzer Bare, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

Prosedur pemasangan Infus

Cairan Infus
        Gbr. Cairan Infus
URAIAN UMUM
Pemberian cairan obat /makanan melalui pembuluh darah vena
A. PERSIAPAN
I. Persiapan Klien
- Cek perencanaan Keperawatan klien
- Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
II. Persiapan Alat
- Standar infus
- Ciran infus dan infus set sesuai kebutuhan
- Jarum / wings needle / abocath sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
- Bidai / alas infus
- Perlak dan torniquet
- Plester dan gunting
- Bengkok
- Sarung tangan bersih
- Kassa seteril
- Kapas alkohol dalam tempatnya
- Bethadine dalam tempatnya
B. PELAKSANAAN
- Perawat cuci tangan
- Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang sampiran
- Mengisi selang infus
  • Membuka plastik infus set dengan benar
  • Tetap melindungi ujung selang seteril
  • Menggantungkan infus set dengan cairan infus dengan posisi cairan infus mengarah keatas
  • Menggantung cairan infus di standar cairan infus
  • Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan ( tapi jangan sampai terendam )
  • Mengisi selang infus dengan cairan yang benar
  • Menutup ujung selang dan tutup dengan mempertahankan keseterilan
  • Cek adanya udara dalam selang
- Pakai sarung tangan bersih bila perlu
- Memilih posisi yang tepat untuk memasang infus
- Meletakan perlak dan pengalas dibawah bagian yang akan dipungsi
- Memilih vena yang tepat dan benar
- Memasang torniquet
- Desinfeksi vena dengan tekhnik yang benar dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari atas ke bawah sekali hapus
- Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah ada kerusakan
- Menusukan kateter / abocath pada vena yang telah dipilih dengan apa arah dari arah samping
- Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam kateter, bila ada maka mandrin sedikit demi sedikit ditarik keluar sambil kateter dimasukan perlahan-lahan
- Torniquet dicabut
- Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan cairannya sedikit, dan sambil dibiarkan menetes sedikit
- Memberi plester pada ujung plastik kateter / abocath tapi tidak menyentuh area penusukan untuk fiksasi
- Membalut dengan kassa bethadine seteril dan menutupnya dengan kassa seteril kering
- Memberi plester dengan benar dan mempertahankan keamanan kateter / abocath agar tidak tercabut
- Mengatur tetasan infus sesuai dengan kebutuhan klien
- Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon klien
- Perawat cuci tangan
- Catat tindakan yang dilakukan
C. EVALUASI
- Perhatikan kelancaran infus, dan perhatikian juga respon klien terhadap pemberian tindakan
D. DOKUMENTASI
Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, hasil tindakan, reaksi / respon klien terhadap pemasangan infus, cairan dan tetesan yang diberikan, nomor abocath, vena yang dipasang, dan perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan

Jumat, 12 Oktober 2012

ASKEP LUKA BAKAR

LAPORAN PENDAHULUAN

LUKA BAKAR

 

I. KONSEP MEDIK

A. Definisi Luka Bakar ( Combustio)

Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.

           
Gbr. 1. Luka bakar

B. Etiologi Luka Bakar

1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
a.  Gas
b.  Cairan
c.  Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

C. Fase Luka Bakar

A. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1.  Proses inflamasi dan infeksi.
2.  Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3.  Keadaan hipermetabolisme.
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

D. Klasifikasi Luka Bakar

A. Dalamnya Luka Bakar
      
              Gbr. 2. Klasifikasi Combustio
Kedalaman
Penyebab
Penampilan
Warna
Perasaan
Ketebalan partial superfisial
(tingkat I)
Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari).
Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.

Bertambah merah.
Nyeri
Lebih dalam dari ketebalan partial
(tingkat II)
-    Superfisial
-    Dalam

Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar ultra violet.

Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
Sangat nyeri
Ketebalan sepenuhnya
(tingkat III)
Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik.
Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar.
Tidak pucat bila ditekan.
Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.
B. Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu:
1)   Kepala dan leher                                                : 9%
2)   Lengan masing-masing 9%                                : 18%
3)   Badan depan 18%, badan belakang 18%          : 36%
4)   Tungkai masing-masing 18%                             : 36%
5)   Genetalia/perineum                                            : 1%                  +
Total    : 100%
               
                                                Gbr. 3. Luas luka bakar
C. Berat Ringannya Luka Bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1)  Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2)  Kedalaman luka bakar.
3)  Anatomi lokasi luka bakar.
4)  Umur klien.
5)  Riwayat pengobatan yang lalu.
6)  Trauma yang menyertai atau bersamaan.
American college of surgeon membagi dalam:
A. Parah – critical:
a) Tingkat II          : 30% atau lebih.
b) Tingkat III         : 10% atau lebih.
c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas.
B. Sedang – moderate:
a) Tingkat II                      : 15 – 30%
b) Tingkat III                    : 1 – 10%
C. Ringan – minor:
a) Tingkat II                      : kurang 15%
b) Tingkat III                    : kurang 1%

Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar

Perubahan
Tingkatan hipovolemik
( s/d 48-72 jam pertama)
Tingkatan diuretik
(12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme
Dampak dari
Mekanisme
Dampak dari
Pergeseran cairan ekstraseluler.

Vaskuler ke insterstitial.
Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar.
Interstitial ke vaskuler.
Hemodilusi.
Fungsi renal.
Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun dan CO berkurang.

Oliguri.
Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah meningkat.
Diuresis.
Kadar sodium/natrium.
Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.

Defisit sodium.
Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal kembali setelah 1 minggu).
Defisit sodium.
Kadar potassium.
K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal berkurang.

Hiperkalemi
K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+ terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar).
Hipokalemi.
Kadar protein.
Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan permeabilitas.

Hipoproteinemia.
Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme.
Hipoproteinemia.
Keseimbangan nitrogen.
Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.

Keseimbangan nitrogen negatif.
Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
Keseimbangan nitrogen negatif.
Keseimbnagan asam basa.
Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.

Asidosis metabolik.
Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis, hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme.
Asidosis metabolik.
Respon stres.
Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison.
Aliran darah renal berkurang.
Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan terancam psikologi pribadi.

Stres karena luka.
Eritrosit
Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.

Luka bakar termal.
Tidak terjadi pada hari-hari pertama.
Hemokonsentrasi.
Lambung.
Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung, nyeri.
Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah cortison.
Akut dilatasi dan paralise usus.
Peningkatan jumlah cortison.
Jantung.
MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar.
Disfungsi jantung.
Peningkatan zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap syok spetic.
CO menurun.

Table 1. Perubahan Fisiologis Combustio

Indikasi Rawat Inap Luka Bakar

A. Luka bakar grade II:
1) Dewasa > 20%
2) Anak/orang tua > 15%
B. Luka bakar grade III.
C. Luka bakar dengan komplikasi: jantung, otak dll.

E. Penatalaksanaan

A.Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas, mukosa rusak, oedem, obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin  iritasi  Bronkho kontriksi  obstruksi  gagal nafas.
2) Sirkulasi:
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler  hipovolemi relatif  syok  ATN  gagal ginjal.
B.Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C.Resusitasi cairan    Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun   : BB x 100 cc
1 – 3 tahun      : BB x 75 cc
3 – 5 tahun      : BB x 50 cc
½ à diberikan  8 jam pertama
½ à diberikan  16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
                100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
-   Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
-   Tulle.
-   Silver sulfa diazin tebal.
-   Tutup kassa tebal.
-   Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o    Antibiotika   : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
o    Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
o    Analgetik     : kuat (morfin, petidine)
o    Antasida       : kalau perlu
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h) Pernafasan:
Gejala: Terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: Serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
j) Pemeriksaan diagnostik:
(1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
(2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
(3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada  cedera inhalasi asap.
(4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
(5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
(6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
(7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
(8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting patient care mengemukakan beberapa Diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1.Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
2.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
3.Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis,kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat,salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
4.Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
5.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.

3. Rencana dan Intervensi Keperawatan Askep Combustio

Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi                  : Menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
Intervensi :
·         Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka. Rasional : Suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.
·         Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodic. Rasional : Peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk menurunkan pembentukan edema; setelah perubahan posisi dan peninggian menurunkan ketidaknyamanan serta resiko kontraktur sendi.
·         Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi/ karakter dan intensitas (skala 0-10). Rasional : nyeri hampir selalu adapada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan/ kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggatian balutan dan debridement.
·         Lakukan penggantian balutan dan debridement setelah pasien diberi obat dan/ pada hidroterapi. Rasional : menurunkan terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian balutan dan debridement.
·         Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh napas dalam. Rational : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan rasa control, yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
·         Berikan anlgesik narkotik yang diresepkan dokter dan diberikan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya. Anjurkan analgesik IV bila luka bakar luas. Rasional : Analgesik narkotik diperlukan untuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat. Absorpsi obat IM buruk pada pasien dengan luka bakar luas yang disebabkan oleh perpindahan interstitial berkenaan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.
·         Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan. Rasional : Panas dan air hilang melalui jaringan luka bakar, menyebabkan hipotermia. Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.
·         Berikan ayunan di atas tempat tidur bila diperlukan. Rasional : Menururnkan nyeri dengan mempertahankan berat badan jauh dari linen tempat tidur terhadap luka dan menurunkan pemajanan ujung saraf pada aliran udara.
·         Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri. Rasional : Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meminimalkan ketidaknyamanan.
Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis,kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat,salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Intervensi :
·         Kaji ulang prognosis dan harapan yang akan dating. Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
·         Diskusikan harapan pasien untuk kembali ke rumah, bekerja, dan aktivitas normal. Rasional : pasien seringkali mengalami kesulitan memutuskan pulang.
·         Kaji ulang perawatan luka bakar, graft kulit dan luka. Identifikasi sumber yang tepat untuk perawatan pasien rawat jalan dan bahanya. Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri setelah pulang dan meningkatkan kemandirian.
·         Dorong kesinambungan program latihan dan jadwalkan periode istirahat. Rasional : mempertahankan mobilitas, menurunkan komplikasi, dan mencegah kelelahan, membantu proses penyembuhan.
·         Identifikasi keterbatasan spesifik aktivitas sesuai individu. Rasional : kemungkinan pembatasan tergantung pada berat/lokasi cedera dan tahap penyembuhan.
Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan kulit.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Memumjukkan regenerasi jaringan. Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Intervensi :
·         Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka. Rasional : Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada aera graft.
·         Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi. Rasional : Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.
·         Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi. Rasional : Kain nilon/membran silikon mengandung kolagen porcine peptida yang melekat pada permukaan luka sampai lepasnya atau mengelupas secara spontan kulit repitelisasi.
·         Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan. Rasional : Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Gerakan jaringan dibawah graft dapat mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.
·         Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi. Rasional : Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.
·         Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci, dan minyaki dengan krim, beberapa waktu dalam sehari, setelah balutan dilepas dan penyembuhan selesai. Rasional : Kulit graft baru dan sisi donor yang sembuh memerlukan perawatan khusus untuk mempertahankan kelenturan.
·         Lakukan program kolaborasi : Siapkan / bantu prosedur bedah/balutan biologis. Rasional : Graft kulit diambil dari kulit orang itu sendiri/orang lain untuk penutupan sementara pada luka bakar luas sampai kulit orang itu siap ditanam.


Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan biokimia membaik. Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 ml/jam.
Intervensi :
·         Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer. Rasional : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.
·         Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi. Rasional : Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
·         Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak. Rasional : Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
·         Timbang berat badan setiap hari. Rasional : Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya.
·         Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi. Rasional : Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.
·         Selidiki perubahan mental. Rasional : Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume sirkulasi/penurunan perfusi serebral.
·         Observasi distensi abdomen,hematomesis,feces hitam. Rasional : Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).
·         Hemates drainase NG dan feces secara periodik. Rasional : Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.
·         Lakukan program kolaborasi meliputi :
    • Pasang / pertahankan kateter urine. Rasional : Memungkinkan infus cairan cepat.
    • Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV. Rasional : Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.
    • Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin. Rasional : Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian  cairan dan elektrolit.
    • Awasi hasil pemeriksaan laboratorium ( Hb, elektrolit, natrium ). Rasional : Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.
    • Berikan obat sesuai idikasi : Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol), Kalium, Antasida. Rasional : Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar, Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster.
·         Pantau:  Tanda-tanda vital setiap jam selama periode darurat, setiap 2 jam selama periode akut, dan setiap 4 jam selama periode rehabilitasi. Warna urine. Masukan dan haluaran setiap jam selama periode darurat, setiap 4 jam selama periode akut, setiap 8 jam selama periode rehabilitasi. Hasil-hasil JDL dan laporan elektrolit. Berat badan setiap hari. CVP (tekanan vena sentral) setiap jam bial diperlukan. Status umum setiap 8 jam. Rasional : Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Periode darurat (awal 48 jam pasca luka bakar) adalah periode kritis yang ditandai oleh hipovolemia yang mencetuskan individu pada perfusi ginjal dan jarinagn tak adekuat. Inspeksi adekuat dari luka bakar.
·         Pada penerimaan rumah sakit, lepaskan semua pakaian dan perhiasan dari area luka bakar. Mulai terapi IV yang ditentukan dengan jarum lubang besar (18G), lebih disukai melalui kulit yang telah terluka bakar. Bila pasien menaglami luka bakar luas dan menunjukkan gejala-gejala syok hipovolemik, bantu dokter dengan pemasangan kateter vena sentral untuk pemantauan CVP. Rasional : Penggantian cairan cepat penting untuk mencegah gagal ginjal. Kehilangan cairan bermakna terjadi melalui jarinagn yang terbakar dengan luka bakar luas. Pengukuran tekanan vena sentral memberikan data tentang status volume cairan intravaskular.
·         Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, CVP < 6 mmHg, bikarbonat serum di bawah rentang normal, gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap. Rasional : Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. Pada lka bakar luas, perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke ruang interstitial menimbukan hipovolemi.
·         Konsultasi doketr bila manifestasi kelebihan cairan terjadi. Rasional : Pasien rentan pada kelebihan beban volume intravaskular selama periode pemulihan bila perpindahan cairan dari kompartemen interstitial pada kompartemen intravaskuler.
·         Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam. Laporkan temuan-temuan positif. Rasional : Temuan-temuan guaiak positif ennandakan adanya perdarahan GI. Perdarahan GI menandakan adaya stres ulkus (Curling’s).
·         Berikan antasida yang diresepkan atau antagonis reseptor histamin seperti simetidin. Rasional : Mencegah perdarahan GI. Luka bakar luas mencetuskan pasien pada ulkus stres yang disebabkan peningkatan sekresi hormon-hormon adrenal dan asam HCl oleh lambung.
Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Pasien bebas dari infeksi. Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
Intervensi :
·         Pantau: Penampilan luka bakar (area luka bakar, sisi donor dan status balutan di atas sisi tandur bial tandur kulit dilakukan) setiap 8 jam. Suhu setiap 4 jam. Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan. Rasional : Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.
·         Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jaringan nekrotik (debridemen) sesuai pesanan. Berikan mandi kolam sesuai pesanan, implementasikan perawatan yang ditentukan untuk sisi donor, yang dapat ditutup dengan balutan vaseline atau op site. Rasional : Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.
·         Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru. Gunakan sarung tangan steril dan beriakan krim antibiotika topikal yang diresepkan pada area luka bakar dengan ujung jari. Berikan krim secara menyeluruh di atas luka. Rasional : Antimikroba topikal membantu mencegah infeksi. Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan bakteri.
·         Beritahu dokter bila demam drainase purulen atau bau busuk dari area luka bakar, sisi donor atau balutan sisi tandur. Dapatkan kultur luka dan berikan antibiotika IV sesuai ketentuan. Rasional : Temuan-temuan ini mennadakan infeksi. Kultur membantu mengidentifikasi patogen penyebab sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diresepkan. Karena balutan siis tandur hanya diganti setiap 5-10 hari, sisi ini memberiakn media kultur untuk pertumbuhan bakteri.
·         Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka bakar luas yang mengenai area luas tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien. Tempatkan radio atau televisis pada ruangan pasien untuk menghilangkan kebosanan. Rasional : Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.
·         Bila riwayat imunisasi tak adekuat, berikan globulin imun tetanus manusia (hyper-tet) sesuai pesanan. Rasional : Melindungi terhadap tetanus.
·         Mulai rujukan pada ahli diet, beriakn protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral. Rasional : Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat membantu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.






















Daftar Pustaka

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
http://nursingbegin.com/askep-combustio/(online) tanggal 5 Juni 2011, pukul 20.00