BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG
Halusinasi
merupakan gangguan orintasi realita, karena terganggunya fungsi otak :
kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik
dan fungsi sosial.
Gangguan
terhadap fungsi kognitif dan persepsi akan mengakibatkan kemampuan
menilai dan menilik terganggu, sedangkan gangguan fungsi emosi, motorik
dan sosial akan mengakibatkan terganggunya kemampuan berespon yakni perilaku
non verbal ( Ekspresi,gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan
hubungan sosial). Memperhatikan perilaku klien seperti ini tentu akan
menjadi suatu hal yang perlu direspon oleh perawat profesional, paling
tidak mengeliminir masalah-masalah yang ada sehingga keadaan seorang
pasien tidak berkembang menjadi lebih berat ( perilaku agresif /
perilaku kekerasan )
- TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memperoleh
pengalaman nyata dalam melakukan Asuhan keperawatan pada klien dengan
halusinasi pendengaran, diharapkan akan mampu mengidentifikasikan
seluruh masalah yang terjadi sehubungan dengan halusinasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengkaji klien dengan masalah utama halusinasi.
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
c. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
d. Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
e. Mahasiswa mampu mengevaluasi tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi.
- METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :
a. Metode kepustakaan
Metode penulisan dengan menggunakan beberapa literatur sebagai sumber.
b. Metode wawancara
Data diperoleh dengan wawancara langsung kepada klien dan perawat ruangan.
c. Metode observasi
Dengan mengobservasi langsung kepada klien dengan masalah utama halusinasi pendengaran.
- SISTEMATIKA PENULISAN
a. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
b. Bab
II tentang landasan teori yang memuat pengertian, tentang respon,
jenis-jenis halusinasi, fase-fase halusinasi, pengkajian, diagnosa,
tujuan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
c. Bab III berisi tentang tinjauan kasus halusinasi pendengaran.
d. Bab IV membahas kesenjangan antara teori dan kasus.
e. Bab V berupa penutup yang memuat kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
- PENGERTIAN
Halusinasi
merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari
seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi.
Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah
gangguan manik depresif dan delerium.
Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :Persepsi palsu. Berbeda
dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap
stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus
eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu
yang nyata ada oleh klien.
- RENTANG RESPON HALUSINASI
Halusinasi
merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan,
dan perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus
panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua
respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami
kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya
yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang
dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus
yang diterima.
Rentang respon :
Respon Adaptif Respon Maladptif
Pikiran logis Distorsi pikiran gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
Pengalaman atau kurang perilaku disorganisasi
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak bias isolasi sosial
Berhubungan sosial Menarik diri
- JENIS –JENIS HALUSINASI
JENIS HALUSINASI
|
KARAKTERISTIK
|
Pendengaran
70 %
|
Mendengar
suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan.
|
Penglihatan 20%
|
Stimulus
visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan
atau menakutkan seperti melihat monster.
|
Penghidu
|
Membaui
bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
|
Pengecapan
|
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
|
Perabaan
|
Mengalami
nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
|
Cenesthetic
|
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
|
Kinisthetic
|
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
|
- FASE HALUSINASI.
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
1. Fase Pertama
Pada
fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian.
Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara.
Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan
meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,
klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat
berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar
dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi
lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak
berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman
sementara.
4. Fase Keempat.
Klien
merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam
dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya.
Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
- PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI
Halusinasi
merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami
psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi
demikian merupakan proses identifikasi data yang melekat erat dengan
pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada
schizofrenia.
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain:
a. Faktor Genetik
Telah
diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan
kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan
Carpenter,2002). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia,
sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami
schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka
peluangnya menjadi 35 %.
b. Faktor Neurobiologi.
Ditemukan
bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia
tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia
terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter
dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
c. Studi neurotransmitter.
Schizofrenia
diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana
dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
d. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi factor predisposisi schizofrenia.
e. Psikologis.
Beberapa
kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara
lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi,
dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan
anaknya.
2. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini ;
Kesehatan
|
Nutrisi Kurang
Kurang tidur
Ketidak siembangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan
|
Lingkungan
|
Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi social
Kurangnya dukungan social
Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ktidak mamapuan mendapat pekerjaan
|
Sikap/Perilaku
|
Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri )
Mersa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.
|
3. Mekanisme Koping.
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
Ø Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
Ø Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
Ø Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Ø Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien
4. Perilaku
Halusinasi
benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi
saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi
tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara- suara
dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut.
Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan
kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan halusinasinya
kepada orang lain.Karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan
pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi
masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk
memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat
penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut.
Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat
memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku
klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan
perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak
hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi
tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
Ø Isi Halusinasi.
Ini
dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan
yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium
jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi
perabaan.
Ø Waktu dan Frekuensi.
Ini
dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman
halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk
mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu
perhatian saat mengalami halusinasi.
Ø Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat
perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.
Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien
menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
Ø Respon Klien
Untuk
menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman
halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya
atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien
yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bias
membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi
jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik
dan perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar
kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam
situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri ( suicide), membunuh orang
lain (homocide) dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya
juga mengalami masalah-masalahkeperawatan yang menjadi penyebab
munculnya halusinasi.Masalah itu antara lain harga diri rendah dan
isolasi social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan
kurangnya keterampilan berhubungan social , klien menjadi menarik diri
dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus
eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus
internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu timbulnya halusinasi.
Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon maslah sebagai berikut :
EFEK Resiko mencedrai diri sendiri,
Orang lain, dan lingkungan
C.P Perubahan persepsi sensori : Defisit perawatan diri :
Halusinasi pendengaran Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias
ETIOLOGI Kerusakan interaksi sosial : Intoleransi aktifitas
Menarik diri
Gangguan konsep diri :
Harga diri rendah
Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi audiotorik.
2. Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah
4. Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
- TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan umum :
o Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut :
1. Klien dapat membina hubungan salin percaya
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5. Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya.
- TINDAKAN KEPERAWATAN
Ø Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien.
Ø Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya adalah membntu klien mengenali halusinasinya.
Ø Setelah
klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara
yang biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :
1. Menghardik halusinasi.
2. Berinteraksi dengan orang lain.
3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
4. Memanfaatkan obat dengan baik.
Keluarga
perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting
karena keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi
sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis)
sehingga keluarga perlu mengetahu cara perawatan klien halusinasi
dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim
medis sehingga perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat
menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus
utama dalam pemberian obat.
- EVALUASI
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
1. Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi
2. Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan
3. Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bagian ini kelompok membahas
berdasarkan teori dan aplikasi / penerapan berdasarkan beberapa
referensi atau acuan yang didapatkan dilapangan sebagai pelaksanaan
proses keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi
sensori : pendengaran. Kemudian membandingkan adanya kesenjangan antara
teori dan praktek, dalam ruang lingkup proses keperawatan dari
pengkajian sampai evaluasi.
A. Pengkajian :
Pada
tahap pengkajian sumber informasi didapatkan dari klien dan perawat
ruangan. Data yang di dapatkan sesuai dengan tanda dan gejala pada
landasan teori halusinasi kecuali pada gejala pemicu kondisi kesehatan (
nutrisi kurang, infeksi, kurang tidur).
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah
keperawatan yang ditemukan, pada kasus kien halusinasi pendengaran ada
empat diagnosa keperawatan yaitu : Resiko mencederai diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran;
Perubahan persepsi sensorik : halusinasi dengar berhubungan dengan
menarik diri; Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan
dengan Harga diri rendah; dan Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan,
berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.Sedangkan
pada kasus klien kelolaan didapatkan lima diagnosa. Hal ini karena pada
kasus ditemukan, masalah berduka disfungsional yang menjadi penyebab Harga Diri Rendah
C. Rencana keperawatn yang dilakukan sesuai dengan landasan teori pada asuhan perawatan halusinasi
D. Implementasi yang telah dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada
E. Pada
evaluasi kasus kelolaan klien mampu secara mandiri dalam mengontrol
halusinasinya hal ini karena klien masih merasa sulit untuk melakukan
cara baru mengatasi halusinasinya.
Hal ini dapat dilihat pada diagnosa keperawatan ::
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran klien mampu melakukan sampai pada TUK 5
2. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan Menarik diri, klien mampu melakukan sampai pada TUK 4
3. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah, klien mampu melakukan sampai pada TUK 5
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional, klien mampu melaksanakan sampai pada TUK 3
5. Defisit perawatan diri : Kebersihan diri berhubungan dengan kurang motivasi, klien mampu melaksanakan samapai pada TUK 4
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan kasus diatas, maka kami dapat mengambil kesimpilan dan saran sebagai berikuti :
- Kesimpulan
- Halusinasi banyak terjadi pada klien schizofrenia dengan masalah keperawatan harg diri rendah dan atau menarik diri.
- Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan atau internal.
- Perencanaan keperawatan dengan masalah utama halusinasi berfokus pada intervensi :
- Membina hubungan saling percaya
- Orientasi alam realita
- Tingkatkan aktifitas
- Tidak semua gejala halusinasi yang terdapat dalam teori di jumpai pada kasus di ruangan.
- Keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam membantu klien mengatasi masalahnya baik selama dirumah sakit maupun berada dirumah.
- Saran
1. Halusinasi merupakan perubahan persepsi sensori terhadap rangsangan eksternal dan atau internal sehingga menimbulkan resiko
tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, untuk itu
perawat dan keluarga perlu mengenal tanda dan gejala halusinasi dan
membawa klien ke alam realita.
2. Komunikasi terapeutik antara perawat, klien dan keluarga harus dipertahanakan
3. Oleh
karena keluarga merupakan faktor pendukung utama dalam perawatan klien
maka keluarga perlu di motivasi untuk terlibat secara aktif dalam
perawatan klien halusinasi.
4. Fiksasi bukan pilihan utama pada klien
halusinasi tapi perhatikan dan kenali respon klien yang berhubungan
dengan halusinasi dan gunakan komunikasi terapeutik bagi klien yang
tidak kooperatif.
5. Perlunya meningkatkan kemampuan komunikasi klien pada perawat dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito,L.J., Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta, 1995.
2. Keliata,B.A. dk, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta 1999.
3. Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J.,Principles and Practice of Psychiatric Nursing (5th ed) St louis :Mosby Year Book, 1995.
4. Stuart, G.W. dan Laraia, M.T.,Principles and Practice of Psychiatric Nursing (6th ed) St louis :Mosby Year Book, 1998.
5. Townsend, M.C., Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Keperawatan, EGC, Jakarta, 1998.
6. Kumpulan bahan kuliah, Ilmu Keperawatan Jiwa, tidak diterbitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar